Azrul Ananda: Grand Prix Brazil Lomba Paling Dramatis dalam Sejarah F1
Posted on November 04th, 2008 in News
Grand Prix Brazil merupakan lomba paling dramatis dalam sejarah Formula 1. Lewis Hamilton harus menahan napas sampai TIKUNGAN TERAKHIR di LAP TERAKHIR sebelum mengamankan gelar champion 2008.
Catatan AZRUL ANANDA:
Saya baru mengikuti Formula 1 sejak 1992. Bagi saya, Grand Prix Brazil Minggu lalu (kemarin dini hari WIB) sudah merupakan lomba paling dramatis dan emosional.
Begitu baca-baca hasil lomba itu kemarin, dari penulis-penulis F1 kelas dunia yang jauh lebih tua, ternyata mereka pun bilang GP Brazil itu sebagai yang paling dramatis. Bahkan, paling dramatis selama hampir enam dekade diselenggarakannya F1!
Anda yang ketiduran dan melewatkan lomba itu benar-benar patut disayangkan. Bagi saya, lomba itu begitu layaknya ditonton dan kantor-kantor harus memberikan izin karyawannya untuk bolos kerja Senin kemarin!
Felipe Massa tampil luar biasa. Di bawah tekanan, pembalap Ferrari itu tampil sempurna. Start dari pole position, memimpin hampir seluruh lomba, dan finis terdepan. Dia memang tidak punya pilihan kecuali menang karena memasuki seri penutup itu tertinggal tujuh poin di belakang Hamilton.
Gara-gara sempurnanya Massa itu, Hamilton pun tidak boleh tampil santai. Memang, untuk jadi champion, Hamilton hanya perlu finis di urutan kelima. Tapi, tidak ada yang pernah menduga bahwa posisi kelima bisa begitu sulit untuk diraih!
Dengan sekitar tujuh lap tersisa di lomba yang dijadwalkan berlangsung 71 lap itu, Hamilton sebenarnya sudah “aman.” Dia berada di urutan keempat, tinggal menunggu garis finis. Bintang muda Toro Rosso-Ferrari, Sebastian Vettel, menempel di belakangnya. Tapi tidak terlihat membahayakan.
Hanya saja, Yang Di Atas sepertinya merasa kejuaraan dunia harus dibuat lebih seru lagi sebelum finis. Hujan tiba-tiba turun lagi. Dari gerimis menjadi semakin deras.
Kebanyakan pembalap masuk pit untuk pasang ban basah. Termasuk Hamilton. Tapi, ada satu dua yang gambling, tetap bertahan pakai ban kering dengan harapan bisa naik peringkat, lalu mempertahankan posisi sampai finis. Salah satunya adalah pembalap Toyota Timo Glock.
Saat selesai ganti ban, Hamilton berada belasan detik di belakang Glock. Tapi, dia masih ada di urutan kelima dan itu masih cukup untuk mengamankan gelar.
Masalahnya, Hamilton tidak mampu membendung Vettel. Saat lomba tinggal dua lap, Vettel mampu menyalip Hamilton! Pembalap Inggris itu pun melorot ke urutan keenam, tidak cukup untuk mengamankan gelar.
Ketika lomba hanya menyisakan dua tikungan di putaran terakhir, Hamilton masih berada di urutan keenam. Lantas, ketika Felipe Massa melintasi garis finis sebagai pemenang lomba, Hamilton masih berada di urutan keenam. Seluruh personel Ferrari dan keluarga Massa sudah berpelukan merayakannya. Seluruh personel McLaren dan orang-orang terdekat Hamilton melongo tidak percaya.
Sebab, kalau Hamilton finis keenam, berarti Massa mampu menyamai perolehan poinnya (97 poin). Itu berarti Massa-lah yang juara dunia karena dia telah memenangi lebih banyak lomba (enam kali, termasuk di Brazil). Sementara Hamilton “hanya” menang lima kali.
Saat itu, sebagai penonton dan pengamat, saya ikut melongo dan berpikir: Alangkah kejamnya dunia. Tahun lalu, Hamilton kehilangan gelar di lomba terakhir, kalah satu poin di belakang Kimi Raikkonen. Masak tahun ini kalah lebih kejam di lomba terakhir, dengan poin yang sama dengan Felipe Massa?
Kalau itu sampai terjadi, Tuhan sepertinya benar-benar tidak ingin Hamilton jadi world champion.
Namun, di tikungan terakhir itu, “keajaiban Hamilton” terjadi. Kondisi lintasan makin basah dan Glock makin berlepotan mencoba mengontrol mobilnya yang masih memakai ban kering.
Hamilton pun dengan mudah menyalip Glock di tikungan terakhir! Hamilton melintasi garis finis di urutan kelima, mencuri lagi gelar champion dari genggaman Massa. Keluarga Massa yang sudah berpelukan langsung berubah ekspresi menjadi melongo tidak percaya.
Bahkan, Hamilton sendiri mengaku sulit mengungkapkan sukses itu dalam kata-kata. Dia hanya bisa menuturkan betapa mendebarkannya momen-momen akhir lomba tersebut. Kata Hamilton, jantungnya berdebar begitu keras, rasanya seperti akan meledak.
“Sebelum hujan turun, saya sudah merasa nyaman. Ban saya agak habis, tapi saya mampu menjaga posisi. Tapi, kemudian hujan mulai turun, dan saya tak mau mengambil risiko lebih. Lalu, dia (Vettel, Red) menyalip saya dan saya langsung diberi tahu (tim lewat radio) untuk membalas menyalip. Saya benar-benar tidak percaya ini bisa terjadi,” papar pembalap 23 tahun itu.
Sulit menyalip Vettel, Hamilton lantas diberi tahu oleh tim untuk terus memaksa karena Glock tidak jauh di depan. Benar saja, Glock “tertangkap” di tikungan terakhir. Hamilton mengaku bersyukur bisa menyalip pembalap Jerman itu. “Saya hanya bisa berterima kasih kepada Tuhan,” katanya. “Ini salah satu lomba tersulit dalam hidup saya. Mungkin yang tersulit,” tandasnya.***
Sumber: jawapos.com